Oleh Prabowo Subianto, yang diambil dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 228-229, edisi softcover keempat.
Rekan-rekan negaraku, banyak dari apa yang saya sampaikan di sini memang pahit. Ini juga adalah kenyataan pahit bahwa kita tidak bisa terlalu berharap pada beberapa elit kita. Banyak elit Indonesia adalah pembicara yang fasih.
Begitu fasih, bahkan, sehingga beberapa di antaranya juga mahir dalam tipu muslihat.
Saya terlibat dalam politik karena kebutuhan. Oh, politik! Dari 15 tokoh politik yang saya temui, 14 dari mereka mengucurkan kebohongan. Itulah mengapa saya senang mengetahui bahwa mereka yang membaca buku ini berusaha memahami kondisi sebenarnya negara kita.
Yang kita butuhkan sekarang ini adalah solidaritas. Untuk bekerja bersatu. Untuk beroperasi dengan pemikiran yang suara dan sehat.
Untuk membuat demokrasi kita berhasil, orang-orang baik, para Pandawa, mereka yang ingin menciptakan dan meninggalkan warisan positif bagi keturunannya, harus bersatu untuk menawarkan rakyat pilihan alternatif.
Kalian, para pembaca buku ini, adalah bagian dari komunitas intelektual. Komunitas intelektual Indonesia harus bangkit sebagai kekuatan penting – kekuatan perdamaian, pengaruh yang menenangkan, dan kekuatan yang teguh dalam penolakannya untuk membiarkan ketidakadilan terus berlangsung di Republik Indonesia.
Pada akhirnya, ini semua kembali pada apa yang pernah dikatakan Edmund Burke, “Jika semua orang tetap diam,” maka yang jahatlah yang akan memimpin.
