Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -196 Views

Oleh Prabowo Subianto, petikan dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi cetak keempat.

Koperasi pada dasarnya tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan yang kurang beruntung, itulah mengapa penyegaran koperasi dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, ini tidak berarti kita harus memperkuat koperasi dengan merugikan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Tetapi koperasi yang bertugas mendukung atau memberdayakan yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan oposisi tetapi tentang maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan kekuatan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah berhasil di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Ada waktu ketika koperasi Indonesia menjadi dambaan banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif kami seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kami menuju swasembada.

Saya yakin dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat yang kuat untuk kesetaraan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicarakan tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat membangun pabrik-pabrik tersebut. Modal kerja adalah uang rakyat. Namun, begitu pupuk diproduksi dan siap didistribusikan, akhirnya berada di tangan distributor swasta. Selama masa Presiden Suharto, era Orde Baru, tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa menganggap koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka diganti dengan perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perseroan terbatas (PT), membawa masuk skenario yang terlalu akrab di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi pusat panggung.

Jadi, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang masyarakat; distribusinya juga harus dilakukan oleh masyarakat, melalui koperasi dan pemerintah jika perlu.

Selain menjadi alat untuk kesetaraan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun, ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen serius. Kita tidak bisa menganggap ini sebagai bisnis seperti biasa. Ini bukanlah tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link