Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -75 Views

Apa yang Akan Terjadi pada Diplomasi Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra dari Sumitro Djojohadikusumo, diantisipasi bahwa banyak strategi diplomasi Prof. Sumitro akan diwarisi dan dilaksanakan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan kekuatan narasi dan kekerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia terkemuka, tidak banyak yang menyadari bahwa Prof. Sumitro juga merupakan seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomatik Prof. Sumitro tertuang dalam sebuah artikel New York Times.

Permohonan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah AS, yang dipublikasikan di New York Times pada 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Pengecaman Belanda saat ini telah membawa pada realisasi yang mengerikan bahwa selama beberapa waktu terdapat kekhawatiran di benak semua orang yang baik hati. Dalam sejarah modern bangsa-bangsa, hanya aksi tikaman di belakang oleh Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor pada tahun 1941 yang dapat dibandingkan dengan tindakan tercela Belanda ini tanpa peringatan.”

“Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain menjalani kehidupan sendiri dan berusaha sebaik mungkin sebagai negara yang terpisah, mandiri, dan berdaulat.”

“Kami dengan hormat namun mendesak meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan pemberian dolar Amerika kepada Belanda di bawah Program Pemulihan Eropa atau lainnya.”

Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, menjabat sebagai Kepala Delegasi Indonesia yang bertindak di PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang digunakan secara salah untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, yang saat itu baru berusia 31 tahun, ditugaskan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobi kepada pejabat AS di Washington dan PBB di New York.

Berkat upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS, Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan ke Belanda, karena klaim Sumitro terbukti: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Berhentinya bantuan memaksa Belanda untuk bernegosiasi dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, yang akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta keterampilan jaringan internasionalnya, membuat Presiden Sukarno menugaskannya dengan tugas yang sangat penting.

Keberhasilan narasi dan diplomasi kekerabatan Sumitro memainkan peran kunci dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Source link