Riset Politik dengan Sponsor yang Tak Terlihat

by -167 Views

Senin, 28 Oktober 2024 – 00:04 WIB

Jakarta, VIVA – Dua lembaga riset survei yaitu Poltrcking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) jadi sorotan karena menyuguhkan hasil berbeda terkait elektabilitas kontestan Pilgub Jakarta. Padahal, dua hasil survei itu dirilis dalam waktu berdekatan.

Baca Juga :

Bobby Nasution Janji Selesaikan Masalah Banjir di Medan Bila Terpilih Jadi Gubernur Sumut

Pengamat politik Rocky Gerung mengkritisi perbedaan hasil survei itu. Dia menyindir beda hasil riset tak jadi masalah kalau memakai metodologi yang sama. 

Namun, menurut dia, dalam riset politik berbeda karena ikut dipengaruhi oleh pihak ‘sponsor’ yang tak terlihat atau invisible.

Baca Juga :

Soal Bangun Disneyland Jakarta, RK: Seburuk-buruknya Pimpinan adalah yang Tak Mau Berimajina

“Tapi, dalam riset politik kan, bukan soal metodelogi aja yang menentukan tapi juga sponsor-sponsor yang sifatnya invisible,” kata Rocky dalam akun YouTube Rocky Gerung Official dikutip pada Minggu malam, 27 Oktober 2024.

Dia bilang dalam riset politik justru banyak menyimpan banyak invisble hand.  “Walaupun sebetulnya dalam teori invisible hand, justru adalah kesetaraan, keterbukaan supaya tidak ada intervensi,” lanjut Rocky.

Baca Juga :

Ridwan Kamil-Suswono Bakal Beri Cuti Seluas-luasnya Bagi Ibu Pekerja Menyusui

Tiga cagub Pilkada Jakarta 2024

Pun, dia menuturkan dalam politik, metologi invisible hand justru  variabel yang tak terlihat. Tapi, punya pengaruh kuat.  Bagi dia, hal itu terjadi bukan hanya survei soal Pilgub Jakarta tapi terkait kontestasi pemilu lainnya.

“Jadi, ditanya perbedaan dalam penemuan-penemuan dalam survei di Jakarta sebetulnya juga di Indonesia dari awal ditentukan amplop siapa yang lebih tebal dibandingkan margin of error,” jelas Rocky.

Rocky menyinggung persoalan etika dalam pengumpulan opini publik yang dilakukan lembaga survei. “Persaingan politik kadang kala dibasiskan dalam persaingan amplop,” tutur Rocky.

Dia memahami soal lembaga riset otonom yang menguraikan problem politik berbasis pada elektabilitas atau pada hasil survei yang dibuatnya. 

Maka itu, ia mengingatkan pentingnya dalam politik itu adalah etikabilitas dan intelektualitas. Menurut dia, hal itu lebih penting untuk elite politik di Tanah Air.

“Sering saya terangkan bahwa tidak riset dulu soal etikabilitas, baru intelektualitas baru elektabilitas,” kata Rocky.

“Padahal, Indonesia itu bukan pada elektabilitas tapi pada etikabilitas dan intelektualitas,” ujarnya.

Perbedaan hasil signifikan antara LSI dan Poltracking soal hasil elektabilitas pasangan calon atau paslon Pilgub Jakarta 2024 jadi sorotan dan menuai kritik. Bahkan, dewan etik dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) turun tangan terkait polemik perbedaan dua hasil survei itu.

Anggota Dewan Etik Persepsi Saiful Mujani mengatakan pihaknya bakal memanggil LSI dan Poltracking soal perbedaan hasil survei Pilgub Jakarta 2024.

“Hasil survei mereka berbeda signifikan, maka kami Dewan Etik Persepsi akan segera rapat dan memanggil kedua lembaga tersebut,” kata Saiful, Kamis, 24 Oktober 2024.

Saiful bilang LSI dan Poltracking mesti jelaskan alasan hasil survei paslon Pilgub Jakarta bisa berbeda. Padahal, dua survei itu dirilis dalam waktu yang berdekatan.

Dia menegaskan jika alasan dua lembaga survei tak masuk akal, maka bisa saja keduanya diaudit secara forensik.

Halaman Selanjutnya

“Jadi, ditanya perbedaan dalam penemuan-penemuan dalam survei di Jakarta sebetulnya juga di Indonesia dari awal ditentukan amplop siapa yang lebih tebal dibandingkan margin of error,” jelas Rocky.