“Pencoblos: Penemuan Menjanjikan dan Wawasan Baru”

by -44 Views

Pada Sabtu, 4 Januari 2025, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya memberikan tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen. Menurutnya, PBNU tidak memiliki kewenangan untuk membicarakan secara mendalam mengenai putusan tersebut karena posisi NU hanya sebagai masyarakat yang memiliki hak suara.

Gus Yahya menjelaskan bahwa posisi NU dan warganya hanya sebagai pemilih dalam konteks ini. Jika diberi kesempatan untuk memberikan suara, mereka akan melakukannya. Dia kemudian menegaskan bahwa penghapusan presidential threshold telah menjadi topik perdebatan yang berlangsung lama, namun MK telah menggunakan pemikiran konstitusional sebelum membuat keputusan.

Di sisi lain, Gus Yahya juga menyoroti pentingnya visi aktor politik dan pemimpin partai politik dalam merancang konstruksi politik masa depan untuk menciptakan keseimbangan antara tuntutan demokratisasi dan efisiensi manajemen politik nasional. Sebelumnya, MK memutuskan untuk menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan MK tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam perkara yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. MK menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. MK juga memerintahkan agar putusan ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan prosedur yang berlaku.