Anda adalah Orang yang Berkeahlian dalam Hukum atau Politik!

by -166 Views

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadi sorotan publik karena akan memutuskan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Anwar Usman Cs pada Selasa, 7 November 2023. Putusan MKMK ini menjadi polemik terkait implikasinya ke depan.

Hal ini menjadi perdebatan antara pakar hukum tata negara Margarito Kamis dengan Ketua Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Untag 45, Dr. Hufron. Dari pandangan Margarito, putusan MKMK tidak memiliki dampak termasuk memunculkan hak angket DPR.

Dalam paparannya, Margarito menjelaskan tentang conflict of interest antara Ketua MK Anwar Usman dengan Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, sampai saat ini belum ditemukan conflict of interest.

Dia berkata bahwa untuk dapat dikatakan sebagai conflict of interest, harus memenuhi tiga fakta. Pertama, apakah Gibran menjadi pemohon, jika tidak. Kedua, apakah Gibran menyediakan lawyer, apakah Gibran yang menyiapkan duit? Margarito menjelaskan dalam sumber yang dikutip oleh VIVA bahwa sampai sekarang termasuk di meja sidang dan publik bahwa Gibran menjadi preferensi oleh pemohon sebagai role model dalam gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Margarito menyampaikan bahwa dari segi penalaran hukum, bisa dikatakan bahwa orang yang menjadi role model tersebut tidak memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara tersebut. Begitu juga dengan Anwar Usman selaku Ketua MK.

Baginya, putusan MKMK nantinya mungkin bisa saja menjadi pelanggaran etik hakim konstitusi. Namun, tidak ada conflict of interest. Menurut Margarito, conflict of interest terjadi jika hakim tersebut memiliki kepentingan dengan pemohon.

Hufron, di sisi lain, menyampaikan argumennya yang berbeda dengan Margarito terkait conflict of interest yang langsung maupun tidak langsung. Menurutnya, meskipun pemohon bukan Gibran, tetap saja bisa dikaitkan dengan dugaan conflict of interest. Dia menyebut bahwa kaitan langsung atau tidak langsung harus dipahami dengan pengertian yang lebih luas.

Namun, dia setuju bahwa putusan MKMK nantinya tidak akan berimplikasi terhadap perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meski demikian, perlu ditelusuri lebih jauh apakah pengajuan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terbukti atau tidak.

Hufron menyinggung basis legitimasi terhadap putusan perkara Nomor 90 yang dianggap sebagai masalah. Pun, dibandingkan dengan perkara lainnya seperti Nomor 29, 51, dan 55. Menurutnya, hal ini penting untuk dikronologikan atau menjelaskan suasana kebatinan yang mengarah pada putusan tersebut.

Dia mengatakan bahwa tidak hanya melihat ke depan, tetapi harus melihat belakang juga. Alasannya, isu Gibran sebagai calon wakil presiden sudah muncul jauh sebelum pengajuan perkara Nomor 90.

Margarito menanggapi penjelasan Hufron dengan sindiran bahwa lawan bicaranya merupakan akademisi bidang hukum tapi terlihat seperti politikus. Menurutnya, hanya bicara soal legitimasi merupakan hal politik, bukan hal hukum.

Menurut Margarito, jika mengatakan ada conflict of interest, harus didasarkan pada fakta yang ada di atas meja persidangan. Margarito juga menanyakan dari mana Hufron menemukan hukum, dengan tujuan agar negara ini mengetahuinya.

Hufron menjelaskan bahwa jika proses persidangan masih normatif, maka tidak dapat mengetahui lebih jauh dalam proses sesungguhnya. Menurut Hufron, penting untuk mengkaji putusan MKMK lebih lanjut, karena tidak diketahui apakah di balik ini terdapat skandal atau tidak.