Jumat, 8 Desember 2023 – 17:52 WIB
Jakarta – Fraksi Partai Demokrat DKI Jakarta, menolak draf Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), yang salah satu isinya Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih oleh Presiden. Ketua DPD Partai Demokrat Jakarta, Mujiyono menilai hal tersebut sebagai salah satu upaya mencabut suara rakyat.
“Baca Juga :
Jokowi Terima Surat Kepercayaan 10 Duta Besar Negara Sahabat di Istana
Dasar dari Sistem demokrasi adalah rakyat-lah yang menentukan siapa yang diberikan amanah untuk menjalankan pemerintahan. Dengan penunjukan Kepala Daerah artinya hak masyarakat untuk menentukan pilihannya dicabut. Jangan pernah berniat mencabut suara rakyat tersebut,” kata Mujiyono dalam keterangannya, Jumat, 8 Desember 2023.
Ia juga menilai, gubernur Jakarta yang ditunjuk oleh Presiden merupakan salah satu kemunduran demokrasi. Dengan rakyat memilih pemimpin, maka itu akan menciptakan legitimasi yang kuat.
“Legitimasi yang kuat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagi kompleksitas permasalahan di Jakarta, apalagi nantinya Jakarta akan menjadi pusat perekonomian dan global city,” kata Mujiyono.
Mujiyono juga menyoroti salah satu pertimbangan Presiden menunjuk bubernur ialah biaya pemilihan yang mahal. Menurutnya, setiap proses demokrasi pasti membutuhkan biaya dan itu sudah menjadi resiko.
“Pemerintahan Provinsi Jakarta yang lemah akan sangat mudah goyah dan tentunya akan sangat berpengaruh dengan kegiatan masyarakat khususnya di bidang ekonomi. Pertimbangan biaya pemilihan yang mahal tidak dapat dijadikan alasan untuk membajak suara masyarakat Jakarta dalam memilih pemimpinnya. Proses Demokrasi dibelahan dunia mana pun membutuhkan biaya,” jelasnya.
Ia menyarankan agar seluruh pembahasan kekhususan Jakarta melibatkan stakeholder terkait, seperti DPRD DKI, DPD dan perwakilan masyarakat Jakarta.
“Janganlah membuat kebijakan publik yang bernilai besar dan strategis tanpa mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Otonomi DKI Jakarta dalam RUU berada di tingkat Provinsi, apa artinya otonomi jika tidak ada kewenangan untuk mengatur urusannya secara mandiri,” ucap Mujiyono.
“Program pembangunan Jakarta manakah yang akan dijalankan jika Gubernurnya ditunjuk oleh Presiden? Tentunya program pembangunan yang ada akan lebih kental dengan pendekatan teknokratis dan top-down,” sambungnya.
Halaman Selanjutnya
“Janganlah membuat kebijakan publik yang bernilai besar dan strategis tanpa mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Otonomi DKI Jakarta dalam RUU berada di tingkat Provinsi, apa artinya otonomi jika tidak ada kewenangan untuk mengatur urusannya secara mandiri,” ucap Mujiyono.