IPRC Mengajak Puluhan Wartawan Kuningan untuk Membahas Politisasi Birokrasi Menjelang Pilkada 2024

by -47 Views

SiwinduMedia.com – Puluhan wartawan dari berbagai media di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, diajak berdiskusi terkait maraknya isu politisasi birokrasi menjelang Pilkada Serentak 2024. Diskusi dilaksanakan di Domo Coffee dan Space, Jalan RE Martadinata Kelurahan Cijoho, Selasa (25/6/2024). Selain para wartawan, tampak hadir sejumlah undangan lainnya sebagai peserta. Adapun narasumber yang dihadirkan, terdiri dari Prof Dr Suwari Akhmaddhian SH MH selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Kuningan, Firman SPd selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Kuningan, serta Fahmy Iss Wahyudy selaku Peneliti Senior IPRC/Dosen Fisip Universitas Pasundan. Diskusi Publik bertema “Isu-Isu Mutakhir dan Efek Birokrasi Jelang Pilkada Kabupaten Kuningan 2024” ini, diselenggarakan Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC). Diskusi ini berangkat dari kekhawatiran akan maraknya politisasi birokrasi dalam pemilihan kepala daerah. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), terdapat 2.034 laporan pelanggaran netralitas ASN masuk ke pihaknya pascapilkada serentak 2020. Setelah melalui proses pemeriksaan, terdapat 1.596 ASN yang terbukti melanggar netralitas sehingga patut untuk dijatuhi sanksi (medlin.kasn.go.id). Pilkada 2024 di sisi lain, setidaknya sampai saat diskusi ini berlangsung, juga terdapat fenomena dimana beberapa birokrasi daerah akan mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada Pilkada 2024. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 56, mengatur bahwa “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil Bupati/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon”. Disisi lain, beberapa calon kepala daerah dari kalangan birokrasi telah melaksanakan proses penjaringan calon kepala daerah melalui beragam partai politik tanpa didahului pengunduran diri dari jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Meskipun penjaringan calon dari partai-partai politik tidak termasuk dalam tahapan Pemilu yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), ikut sertanya birokrasi dalam penjaringan tersebut berpotensi pada penyalahgunaan fasilitas negara oleh calon kepala daerah dari kalangan birokrasi. Hal ini tentu menjadi fenomena yang cukup penting untuk menjadi perhatian bersama dalam rangka menjaga profesionalisme dan netralitas Aparatur Sipil Negara. Ini pula yang disampaikan Fahmy Iss Wahyudy dalam memulai diskusi tersebut. Menurut Fahmy, pada Pemilu Legislatif dan Presiden 14 Februari 2024 lalu, terjadi cukup banyak dan masif pelanggaran soal profesionalisme dan netralitas yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara. Di sisi lain menjelang Pilkada serentak 2024 ini, terdapat fenomena yang cukup menarik, dimana pada saat kepala daerah diisi oleh Penjabat kepala daerah, terdapat kecenderungan para ASN berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. “Yang jadi persoalan adalah ketika niatan tersebut tidak diiringi dengan pengunduran diri ASN dari jabatannya,” kata Fahmy. Fahmy menambahkan, situasi yang terjadi saat ini, dimana secara aturan abu-abu tapi disisi lain adanya potensi penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara oleh ASN yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka, peranan media sebagai pilar demokrasi kelima serta masyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam mengawasi dan melaporkan jika terdapat dugaan-dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN yang bersangkutan. Pemaparan kemudian dilanjutkan oleh Prof Dr Suwari Akhmaddhian. Ia menyatakan bahwa jika merujuk pada aturan yang ada saat ini, bahwa ketentuan ASN hanya diatur pada saat penetapan calon kepala daerah, sehingga dalam hal ini ASN tidak diwajibkan untuk mundur pada saat sebelum ditetapkan dirinya menjadi calon kepala daerah. Terdapat surat edaran dari Kemendagri yang menganjurkan Penjabat kepala daerah jika ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah agar mengajukan cuti diluar tanggungan negara 40 hari sebelum pendaftaran calon kepala daerah. Lagi-lagi kata Suwari, edaran tersebut hanya disebutkan penjabat kepala daerah bukan untuk Aparatur Sipil Negara secara keseluruhan yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa aturan soal terkait ASN dalam konteks ini abu-abu. “Pada akhirnya kesadaran dirilah yang menjadi pegangan dalam konteks hari ini, dimana ASN yang berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah (harus cuti diluar tanggungan negara),” ujarnya. Materi terakhir dipaparkan oleh Firman selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Kuningan. Ia menyatakan bahwa dalam konteks ASN, Bawaslu memiliki peran untuk dapat melaporkan dugaan-dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN, untuk selanjutnya diberikan kepada KASN atau Kemendagri agar dapat ditindaklanjuti.