Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Menahan Dua Pasangan Suami Istri Sebagai Tersangka Baru dalam Kasus di PT INKA untuk Proyek di Kongo

by -88 Views

Surabaya, VIVA – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menetapkan 2 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana talangan proyek di Kongo yang dilaksanakan PT INKA (Persero). Dua tersangka yang merupakan suami-istri (pasutri) itu langsung ditahan.

Kepala Kejati Jatim Mia Amiati menjelaskan, dua tersangka baru itu ialah TN selaku Finance Advisor INKA. “Dan SI selaku Direktur Utama PT TSGU sekaligus pemegang saham TSG Infrastructure,” katanya di kantor Kejati Jatim di Surabaya, Rabu, 9 Oktober 2024.

Pekan sebelumnya, Kejati Jatim sudah menetapkan mantan Dirut INKA berinisial BN sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Ketiganya disangka berkongkalikong terkait dana talangan penyediaan energi pada proyek perkeretaapian di Republik Kongo. Potensi kerugian negara Rp25,5 miliar.

Kasus tersebut bermula dari pertemuan antara BN, TN, dan SI pada Desember 2019. Saat itu, BN Dirut INKA, TN Regional Head Titan Global Capital (TGC), dan SI selaku Direktur PT TSGU. Pertemuan itu membahas soal potensi proyek perkeretaapian di Kongo.

Untuk melancarkan proyek tersebut, pada Maret 2020 BN memberikan dana Rp2 miliar kepada TN melalui rekening TSGU. Pada Juni 2020, dibentuklah perusahaan khusus bernama TSG Infrastructure yang berbasis di Singapura. TSG berstatus joint venture antara PT INKA melalui anak perusahaannya PT IMST dan PT TSGU milik SI.

Pada Juli 2020, BN menyetujui pengiriman dana sebesar $265.300 USD ke rekening di Turki dengan alasan untuk kebutuhan groundbreaking proyek energi surya di Kongo. BN kemudian memberikan dana talangan sebesar Rp15 miliar kepada PT TSGU pada September 2020.

Dari dana tersebut, Rp7 miliar ditransfer ke PT CGI yang dipimpin oleh TN, istri dari SI. Pada Desember 2020, PT INKA kembali mentransfer uang Rp3,55 miliar kepada PT TSGU, yang kemudian juga diteruskan ke PT CGI.

Kejaksaan menyebutkan pembentukan perusahaan TSG Infrastucture tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, di mana ada larangan sementara pendirian anak perusahaan di lingkungan BUMN. Sehingga, pemberian dana talangan untuk keperluan itu juga dinilai cacat hukum.

Mia mengatakan, dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp21,1 miliar, $265.300 USD, dan $40.000 SGD. “Kami akan terus mendalami kasus ini,” katanya.