Kader PDIP Jakarta Dianggap Sulit Melupakan Perselisihan dalam Pilkada 2017

by -260 Views

Selasa, 15 Oktober 2024 – 23:18 WIB

Jakarta, VIVA – Menuju pemungutan suara pada Pilkada 2024, muncul narasi yang menyesatkan dengan tersebarnya poster yang bertuliskan ‘Rebut Kembali Jakarta! Setelah 5 Tahun Sebelumnya Dipimpin Anies dan Kelompok intoleran’. 

Baca Juga :

Pramono Beberkan Isi Pembicaraannya dengan Prabowo

Selain itu, juga beredar poster dengan narasi ‘Ahok Siap di Belakang Pramono-Rano. Ahok: Saya Bertanggung Jawab untuk Kemenangan Mas Pram dan Bang Rano”.

Terkait hal tersebut, Juru Bicara PDIP, Chico Hakim menyebut, ada upaya yang sengaja mengadu domba dari pihak yang tidak menyukai Pramono Anung-Rano Karno.
 
“Mereka sedang kebingungan melihat Ahokers dan Anak Abah lebih cenderung mendukung Pramono-Rano. Bahkan simpul-simpul pendukung kedua mantan gubernur itu aktif bergerak dengan masif untuk memenangkan Pramono-Rano,” kata Chico saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2024.

Baca Juga :

PDIP Pastikan Pramono Anung Tetap Maju Pilgub Jakarta: Tetap ‘fight’ sebagai Cagub

Sementara itu, peneliti senior Trust Indonesia Research and Consulting, Ahmad Fadhli menganalisis bahwa narasi seperti itu wajar muncul dalam konteks pemilu. Dia menyebut kondisi tersebut merujuk pada kontestasi Pilkada 2017. 

Kata Fadhli, isu perselisihan yang terjadi antara PDIP yang mengusung Pramono-Rano dengan Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama dan Presidium Alumni (PA) 212 tidak bisa dipungkiri. “Pertama, konflik antara PDIP dengan GNPF atau PA 212 itu bukanlah dongeng belaka,” jelas Chico. 

Baca Juga :

Politisi PDIP Jelaskan Alasan Pramono ke Rumah Prabowo di Tengah Pemanggilan Calon Menteri

Ilustrasi Pemilu 2024.

Dia mengingatkan tentang momen politik ketika PDIP mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Syaiful Hidayat di Pilgub Jakarta 2017. Ahok dan Djarot merupakan kader PDIP.

“Kejadian itu pernah terjadi ketika PDIP ikut serta dalam koalisi politik yang menunjuk Ahok-Djarot, yang merupakan kader sejati PDIP pada Pilkada Jakarta 2017,” kata Fadhli.

Menurutnya, kejadian politik tersebut sangat berbekas. Misalnya, saat kampanye Ahok-Djarot yang ditolak di berbagai tempat di Jakarta. Selain itu, kader PDIP sempat bentrok saat mengawal kampanye Ahok-Djarot.

“Oleh karena itu, perselisihan yang keras itu akan meninggalkan bekas dan tidak mudah untuk diperbaiki. Kader PDIP di Jakarta tidak akan dengan mudah memaafkan dan melupakan konflik Pilkada DKI 2017 yang melibatkan kelompok PA 212,” tuturnya.

Fadhli juga menyatakan bahwa PA 212 dan FPI tidak akan serta merta menerima calon gubernur yang diusung oleh PDIP. “Bagi mereka, PDIP adalah musuh ideologis yang mungkin sulit untuk disatukan dalam sikap politik para ulama PA212,” ungkap Fadhli.

“Lalu, apakah sikap ini akan dipertahankan PA212 dan FPI dalam menghadapi Pilkada DKI 2024? Kemungkinan besar, jawabannya adalah iya,” lanjutnya.

Ia juga menyoroti salah satu indikator nyata yaitu minimnya komunikasi saat ini antara FPI/PA 212 dengan elit PDIP Jakarta. Sampai sekarang, belum ada komunikasi formal yang terjalin antara elit PDIP Jakarta dengan kalangan ulama tersebut. 

“Padahal pemilu tinggal kurang lebih 42 hari lagi. Belum ada tindakan apapun untuk menarik perhatian kelompok FPI/PA 212 yang notabene sebagian merupakan pendukung Anies Baswedan,” tambah Fadhli.

Halaman Selanjutnya

“Peristiwa itu pernah terjadi manakala PDIP ikut menjadi bagian dari koalisi politik yang menunjuk Ahok-Djarot, yang merupakan kader sejati PDIP pada Pilkada Jakarta 2017,” kata Fadhli.

Halaman Selanjutnya