Magelang – Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah berbicara tentang peran penting ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo, dalam membentuk karakternya, terutama selama tahun-tahun awalnya dalam aktivisme bersama Soe Hok Gie pada tahun 1968.
“Ketika saya masih muda, saya bergabung dengan beberapa aktivis muda untuk mendirikan sebuah organisasi pembangunan. Saya selalu prihatin dengan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat di pedesaan. Saya rasa kepedulian itu timbul dari atmosfer waktu itu dan, tentu saja, pengaruh orang tua saya,” ujar Prabowo dalam wawancara eksklusif berjudul “Prabowo Bicara dengan Retno Pinasti,” dikutip pada hari Senin (28 Oktober).
Prabowo mengatakan bahwa pengaruh ayahnya sangat kuat, dengan Soemitro sering terlibat dalam diskusi yang kaya akan pelajaran hidup dan nilai-nilai.
“Ia akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendiskusikan hal-hal, mungkin menanamkan nilai-nilai, berbagi pengalaman, dan meneruskan idenya. Saya menyerap banyak hal dari mendengarkan beliau,” cerita Prabowo.
Prabowo melanjutkan dengan menggambarkan reputasi kecerdasan Soemitro, mencatat bahwa bahkan selama masa kolonial Belanda, ayahnya unggul secara akademis dan melampaui banyak murid Belanda di sekolah.
“Ayah saya bukan hanya seorang profesor dan pendidik; beliau merupakan pemimpin politik, sosok yang sangat idealis. Beliau jauh lebih cerdas daripada saya. Ia terkenal saat itu, bahkan selama masa kolonial Belanda, karena berhasil mengungguli murid-murid Belanda di sekolah,” refleksi Prabowo.
Sepanjang penampilan publik dan pidatonya, Prabowo sering berbagi kenangan tentang ayahnya. Misalnya, pada bulan April 2024, saat berpidato di depan para lulusan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Indonesia Convention Exhibition (ICE) di BSD Serpong, Tangerang, ia mengingat prinsip yang telah diajarkan ayahnya padanya: bahwa dalam posisi atau peran apapun, ia harus selalu berdiri untuk rakyat biasa. Ini adalah nilai yang Prabowo upayakan untuk dijunjung tinggi hingga saat ini. (RR)
