Aku Banyak Membawa Beban: Pengakuan Korban Pelecehan Rektor Nonaktif Kampus UP

by -144 Views

Minggu, 3 Maret 2024 – 00:42 WIB

Depok – RZ (42), korban dugaan pelecehan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila (UP), mengaku menahan beban selama setahun sebelum akhirnya memberanikan diri untuk membongkar kasus ini.

Dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila Prof. Edie Toet Hendratno (ETH) terjadi pada bulan Februari 2023. Perbuatan tersebut dilakukan oleh ETH di ruang kerjanya di lantai 2 Gedung Rektorat UP di Jalan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. RZ saat itu tidak segera melaporkan kasus tersebut karena berbagai pertimbangan dan risiko yang mungkin timbul. Sehingga, dia terpaksa menahan semuanya sendirian selama setahun. RZ baru melaporkan ke Polda Metro Jaya pada bulan Januari 2024.

“Ketika aku dilecehkan pada bulan Februari 2023. Pada tahun 2022, ayahku sakit parah. Ketika aku dilecehkan, ayahku sedang sakit, jadi aku diam karena fokus pada ayah,” kata RZ saat dihubungi pada Sabtu, 2 Maret 2024.

RZ menceritakan bahwa dia kemudian melaporkan peristiwa yang dialami kepada atasannya. Namun, laporan ke pihak yayasan tidak ditanggapi. Sebaliknya, RZ dipindahkan ke Sekolah Pascasarjana di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat. Dengan mutasi tersebut, jarak tempuh dari rumah ke tempat kerja RZ menjadi sangat jauh.

“Dengan kepindahan jauh tersebut, kantor yang biasanya dekat jadi jauh. Aku harus beradaptasi dengan naik kereta, yang sebelumnya tidak pernah naik sendiri. Semuanya butuh adaptasi, aku berusaha menerimanya, aku dipindahkan meskipun tidak bersalah, aku masih bertanya-tanya mengapa aku jadi korban, tidak bersalah malah dipindah,” ungkapnya.

RZ mengaku mendapat perlakuan tidak adil setelah peristiwa tersebut. Selain dimutasi, dia juga dikucilkan di lingkungan kerja. Hal ini membuatnya tidak kuat dan selalu menangis setelah pulang kerja.

“Waktu mendapat Surat Keputusan Mutasi, aku bilang ke suamiku difitnah. Saat itu aku belum berani menceritakan yang sebenarnya. Aku berusaha menerima dan diam walau diperlakukan dan direndahkan negatif. Karena bersamaan dengan sakitnya ayah, jadi aku fokus mengurus ayah. Selama ini aku menahan, tidak menceritakan pada suami,” ceritanya.

Dia belum melaporkan mengenai pelecehan yang dialami karena mempertimbangkan nama baik kampus. Dia khawatir akan berdampak pada citra buruk kampus dan masih banyak orang yang bergantung pada UP. Namun, dia masih sering mendapat perlakuan yang membuatnya terpojok.

“Narasi yang ditujukan padaku adalah bahwa aku genit, penggoda, dan sebagainya. Aku masih berusaha diam dan menerima. Aku belum melapor karena memikirkan banyak risiko. Aku masih mempertimbangkan bagaimana citra UP dan masih banyak yang bergantung pada UP. Kedua, bagaimana cerita pada suami, sepertinya sulit menjaga diri. Ketiga, ayah sakit jadi aku fokus pada orangtua. Banyak hal yang aku pikirkan,” katanya.

RZ saat itu takut melaporkan karena khawatir akan berbalik menjadi bumerang. Dia menyadari bahwa yang dilaporkan bukanlah orang biasa dan memiliki jaringan di tingkat atas.

“Aku takut jika melapor, apa yang akan terjadi padaku. Karena aku sadar bahwa aku bukan siapa-siapa, hanya seorang biasa, sedangkan dia memiliki kekuasaan untuk sewenang-wenang memindahkan,” ujarnya.

Namun, akhirnya RZ tidak tahan lagi dengan situasi yang membelitnya. Dia akhirnya menceritakan pada suaminya.

“Banyak hal yang membuatku ragu untuk tidak melaporkannya saat itu. Namun, pada saat itu, aku menahan beban. Aku yang biasanya ceria menjadi murung dan sering menangis. Harus menghadapi perjalanan naik kereta sendiri, ditambah teman-teman yang takut untuk dekat denganku,” pungkasnya.