LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 2)

by -75 Views

LIEUTENANT GENERAL TNI (PURN.) HIMAWAN SOETANTO

Salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Seorang komandan harus berada di tengah-tengah anak buahnya mulai dari bangun pagi hingga tidur. Seorang komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi hingga kualitas celana dalam mereka. Berkat Pak Himawan Soetanto, saya telah mengembangkan kebiasaan memeriksa detail dapur dan perlengkapan anak buah saya. Suatu kali, saya menemukan bahwa celana dalam putih para prajurit telah berubah menjadi coklat. Saya juga menemukan bahwa dapur merupakan sumber praktik korupsi yang paling tinggi. Bayangkan, satu kilogram daging dibagi untuk 16 orang. Di TNI, ini dikenal sebagai ‘daging pisau cukur’ karena daging itu sehalus pisau cukur. Sungguh tragis. Itu adalah beberapa hal yang saya pelajari dari kepemimpinan praktis Pak Himawan Soetanto.

Pertama kali saya mengenal Pak Himawan Soetanto adalah ketika saya bergabung dengan AKABRI pada tahun 1970. Saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan. Beliau sangat terpelajar. Beliau fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Bahkan beliau bisa sedikit berbahasa Jepang, yang dipelajari selama pendudukan Jepang di Indonesia. Beliau juga gemar membaca buku sejarah. Sekali lagi, para tokoh besar yang saya kenal adalah pembaca yang tekun. ‘Pemimpin yang baik harus membaca dengan tekun’, seperti pepatah terkenal mengatakan. Di rumah tinggalnya ada banyak buku. Setiap kali bertemu dengannya, beliau selalu mendiskusikan buku dengan saya. Terkadang beliau menanyakan apakah saya telah membaca buku karya B. H. Liddell Hart, seorang sejarawan asal Inggris tentang strategi militer, atau Sun Tzu, seorang ahli strategi militer Tiongkok, dan buku-buku lainnya. Hal lain yang membuat saya terkesan adalah penampilannya yang rapi. Wajahnya selalu penuh senyuman. Beliau selalu humoris, tenang namun percaya diri, dan dekat dengan anak buahnya. Beliau memiliki pengalaman pertempuran yang panjang, dan itu terlihat dari sikapnya. Hal ini berbeda dengan beberapa orang yang tidak memiliki banyak pengalaman pertempuran. Mereka cenderung dingin dan jauh dengan anak buahnya. Mereka selalu ingin mematuhi aturan. Istilah kami di TNI untuk tipe sosok ini adalah berpikir PUD atau perwira PUD. PUD adalah akronim dari Peraturan Urusan Dalam. Sementara itu, para pemimpin TNI yang biasa berada di tengah-tengah anak buahnya di lapangan biasanya lebih santai dan fleksibel. PUD disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, saya ingat ada artikel di PUD yang mengatakan bahwa komandan satuan dapat menyesuaikan PUD dengan kondisi masing-masing satuan. Itu berarti seorang komandan memiliki kewenangan besar untuk menyesuaikan regulasi berdasarkan kebutuhan dan situasi. Oleh karena itu, salah satu nilai yang saya dapat dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Komandan harus bersama mereka dari matahari terbit hingga terbenam. Komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi, sampai celana dalam mereka. Belajar dari Pak Himawan Soetanto, saya memiliki kebiasaan memeriksa detail dapur dan perlengkapan. Suatu waktu, saya pernah menemukan bahwa celana dalam prajurit saya menjadi coklat, tidak putih lagi. Saya juga mengetahui bahwa dapur telah menjadi sumber banyak praktik korupsi. Satu kilogram daging akan dibagi antara 16 orang! Ini menjadi terkenal di TNI sebagai ‘daging pisau cukur’, daging sehalus pisau cukur. Tragis. Itu adalah beberapa hal kepemimpinan praktis yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto.

Letnan Jenderal Himawan Soetanto memiliki karier cemerlang. Beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang di militer. Saya sangat dekat dengannya. Saya tetap dekat dengannya bahkan setelah pensiun. Beliau adalah salah satu mentor saya. Beberapa hari sebelum meninggal, saya mengunjunginya di rumah sakit. Putranya mengatakan bahwa, selain anggota keluarga dekat, beliau juga ingin melihat saya. “Dimana jenderal yang berperang?” Anak-anaknya bingung siapa yang dimaksud dengan “jenderal yang berperang”. Beberapa dari mereka mencoba klarifikasi apakah beliau yang dimaksud adalah Prabowo. Mereka mengangguk. Saya terharu mendengar kisah tersebut. Oleh karena itu, ketika saya datang mengunjunginya, saya berdiri tegak dan memberi hormat padanya. Saat itu, saya sudah pensiun, dan saya datang mengenakan pakaian sipil. Karena kami sering berkomunikasi dalam bahasa Inggris, saya katakan padanya dalam bahasa Inggris, ‘Anda adalah jenderal sejati, Pak!’ Beliau menangis. Saat itu, beliau sudah tidak bisa berbicara. Itu adalah kenangan saya tentang Pak Himawan Soetanto. Ini adalah kehormatan besar bahwa seorang jenderal yang saya kagumi masih berharap untuk melihat saya di saat-saat terakhirnya.

Letnan Jenderal TNI (Purn.) SARWO EDHIE WIBOWO

Sarwo Edhie sangat karismatik. Beliau tampan, selalu terlihat rapi. Beliau dikenal sebagai seseorang yang memimpin dari depan. Bahkan sebagai komandan Pasukan Khusus (RPKAD), beliau turut terlibat di lapangan. Beliau adalah idola bagi para mahasiswa, pemuda, dan idola bagi kami, perwira muda dan kadet. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering berbagi pengalaman. Saat itu, beliau menanamkan semangat untuk tidak menyerah, semangat patriotisme. Beliau juga sempat menulis buku berjudul ‘Hidupku Untuk Negara dan Bangsa’. Nilai itu ditanamkan dalam diri kami sebagai Kadet AKABRI. Patriotisme melalui cinta tanah air dan bangga pada warisan leluhur kami. Itulah yang Pak Sarwo tanamkan dalam diri kami.

Pertama kali saya bertemu dengan Jenderal Sarwo Edhie adalah saat saya masih menjadi seorang kadet. Beliau belum menjabat sebagai Gubernur AKABRI (sekarang AKMIL), namun beliau sangat terkenal. Pak Sarwo Edhie juga merupakan sahabat dekat orang tua saya. Sebelum saya resmi menjadi kadetnya, saya sudah mendengar banyak cerita tentang Pak Sarwo dari orang tua saya, bagaimana Pak Sarwo memimpin Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS) pada saat-saat krusial pada Oktober 1965 selama G30S/PKI kudeta komunis. Beliau adalah sosok karismatik. Beliau tampan, selalu terlihat rapi. Beliau juga dikenal sebagai seorang komandan yang memimpin operasi dari depan. Sebagai komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, sekarang KOPASSUS), beliau masih terlibat di lapangan, sehingga beliau juga menjadi idola para kadet muda. Sebagai mentor saya di AKABRI, beliau sering menceritakan pengalamannya. Saat itu, beliau menanamkan semangat untuk tidak menyerah dan patriotisme. Bahkan beliau menulis sebuah buku berjudul ‘Hidupku Untuk Negara dan Bangsa’. Nilai itu tertanam dalam diri kami sebagai Kadet AKABRI. Semangat patriotisme melalui cinta tanah air dan bangga pada warisan leluhur kami, itulah semangat yang Pak Sarwo Edhie tanamkan dalam diri kami.

Setelah pensiun dari dinas aktif, beliau singkatnya menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan. Untuk sementara waktu, beliau juga menjabat sebagai Ketua Badan Pengawasan dan Pengawasan Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila (BP7). Saya ingat betapa beliau tetap menjaga sikapnya sebagai seorang prajurit. Sebagai prajurit yang dikenal karena kejujuran dan integritasnya, beliau tidak meninggalkan banyak kekayaan setelah meninggal. Bersamaan dengan itu, selama hidupnya, beliau memberikan semua tiga putrinya kepada lulusan AKMIL. Putri tertuanya kepada Kolonel Infantri Hadi Utomo, lulusan angkatan 1970; yang kedua kepada Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono, lulusan angkatan 1973, yang kemudian menjadi Presiden keenam Republik Indonesia; dan yang termuda kepada Letnan Jenderal TNI Erwin Sudjono, yang kemudian menjadi Panglima Kodam Jaya. Saya juga mengenal baik ketiga perwira ini.

MARESENUH JENDERAL TNI (PURN.) ABDUL HARIS NASUTION

Saya merasa beruntung dapat memiliki kesempatan yang luar biasa yang tidak banyak orang alami di negara ini. Yaitu berbicara langsung dengan tokoh kunci generasi ’45, seorang tokoh kunci dalam perjuangan kemerdekaan kita: Pak Nas. Saya merasa seperti menjadi seorang mahasiswa dari seorang aktor sejarah. Beliau sering berbagi pengalaman, pendapat, strategi perang gerilya, pengalaman melawan Belanda, dan banyak lagi dengan saya. Beliau juga sangat pandai dalam sejarah dan berbagai bahasa, seperti halnya para tokoh ’45 lainnya. Dia …

Source link